MENEPIS
RASA TAKUT
Tubuh Feri menggigil karena
ketakutan, membuat seluruh tubuhnya
bergetar. Sekujur tubuhnya bermandikan keringat. Ada cerita dibalik fobia Feri
terhadap ular ini,
dulunya Feri dan teman-temannya sering sekali memancing belut di persawahan,
suatu hari ketika kembali memancing, bukannya belut yang Feri dapatkan
melainkan seekor ular yang sangat panjang, tangan Feri juga sempat dililit oleh
ular tersebut, semenjak itulah fobia terhadap ular muncul dalam diri Feri.
Wanita ular yang dihadapi Feri
memunculkan ular-ular putih kecil dari mulutnya, Membuat Feri semakin menggidik
ngeri memperhatikannya. Tentu saja itu menjadi pemandangan angker, bukannya hanya bagi penderita fobia seperti Feri, melainkan
bagi setiap orang, bagaimana tidak? Ada ‘manusia’ yang berupa aneh semacam
wanita ular itu, berambut ular dan mampu mengeluarkan ular dari mulutnya, itu
mimpi buruk bagi Feri. Tulang-tulang kedua kakinya seakan retak, ular-ular
putih kecil itu merayap dengan cepat,
menghampiri Feri, Feri menahan napas.
Tanpa
disadari Feri menangkupkan kedua tangannya dan berkata “Terrakinesis Safety...” Lalu tanah tiba-tiba memberikan
perlindungan kepada Feri dengan membentuk dinding setengah lingkaran yang
menelungkupi tubuh Feri dan Lion.
“Apa ini....?” Feri tidak mengerti.
Lion melihat sejenak. Mengerti. “Rupanya
ketakutan kau barusan telah mengaktifkan Terrakinesis
level 2..” Lion berkata.
Jadi ini level ke dua dari terrakinesis? pikir Feri. Dan anehnya,
ia tiba-tiba langsung hapal bagaimana caranya untuk mengeluarkan kekuatan itu lagi. Ia sedikit senang
atas kemajuannya ini.
“Kemajuan yang bagus.. Tapi apakah
kita akan terus berada disini dan terus bersembunyi, Feri?” Lion kembali
memecah ketakjuban Feri. Feri terdiam, ia merasa kalau disitu ia lebih aman
daripada di luar.
“Dunia tidak akan selamat kalau
orang-orangnya penakut seperti dirimu,
nak. Tidakkah kau ingin
menyelamatkan kedua orangtuamu dan orang-orang yang kau cinta?” Lion berkata.
Feri terduduk lemas. Ia tidak menyangka bahwa dunia bisa terjadi sebegitu kacau
seperi ini.
“Kau
tahu Feri, keberanian mampu dihadirkan dengan cara membayangkan wajah orang
yang dicintai. Cobalah bayangkan mereka, dan bakar keberanian yang bersemayam
di dalam dirimu...”
Feri mencerna perkataan Zoodamnya
tersebut. Dalam hati ia menyutujui perkataan lion, “Benar, kalau aku selalu
ketakutan seperti ini kedua orangtuaku tidak akan selamat” pikirnya. Meskipun
ketakutan tak hilang sepenuhnya, Setelah berpikir seperti itu rasa takut Feri
sedikit berkurang. Feri pun membuka dinding tanah, ia mengeluarkan toya. Hanya
saja tidak terlihat dimana keberadaan wanita ular tersebut, mata Feri mengedar
ke segala arah.
“Di atas...” Lion berteriak. Wanita
ular melompat dari pohon. Feri mendongak, dengan cepat memanjangkan tongkat toyanya,
wanita ular tiba-tiba kembali hilang.
“Di belakang, Feri...” Kembali Lion
berteriak, Feri membalikkan badan langsung mengendalikan Terrakinesis.
Bola-bola tanah
melayang, berhasil mengenai tubuh Echidna, membuat wanita ular itu terpental
jauh, pohon-pohon patah akibat terpentalnya Echidna.
Wanita ular kembali bangkit,
lidah-lidah bercabangnya mendesit keluar masuk. Menatap penuh kemarahan ke arah
Feri. Feri mengubah kulitnya menjadi tanah, memaksa kaki untuk melangkah
mendekat, dan menyerang. Satu pukulan coba dilayangkan ke arah wajah wanita
ular. Gagal. Baru saja Feri hampir mengenai wajah Echidna, ekornya terlebih
dahulu menghantam Feri, membuat Feri terpelanting menghantam pohon. Feri terhenyak
kesakitan, tubuhnya kembali seperti semula. Lion membantu, membesarkan ukuran,
ia menggali lubang bawah tanah,
kuku keempat kaki Lion gesit menggali tanah, keluar dibawah wanita setengah
ular dan gigi runcing Lion mengigit ekor Echidna. Sembari menahan sakit, Feri
salut melihat kekuatan zoodamnya itu. Echidna
menggeram kesakitan, ekornya putus, Lion membuang ekor Echidna yang berada di
mulutnya.
“Apakah berhasil?” Feri bertanya
dalam hati. Rupanya tidak, setelah Echidna menggeram kesakitan akibat ekornya
putus, ekor ular putihnya tumbuh lagi, dan kali ini ukurannya tambah besar. Tak hanya itu, paras Echidna yang
tadinya mulus perlahan-lahan mulai ditumbuhi sisik-sisik ular yang
menyeramkan, mulutnya membesar menampakkan taring runcingnya.
Jantung Feri makin berderu
kencang.
Echidna membuka mulut, ular
putih muncul dari mulutnya, mengarah ke
arah Lion. Lion menghindari terkaman ular putih itu, berkali-kali Lion berlari, hanya saja ia kalah
cepat, lidah Echidna yang
berupa ular putih besar itu telah melingkari tubuh Lion, membuat tringgiling
berkepala singa tersebut tak bisa bergerak dan sulit untuk bernapas, karenanya
Feri ikut sulit bernapas. Pikiran Feri meracau kemana-mana, “Apa yang harus aku
lakukan?” pikir Feri, napasnya benar-benar terhimpit.
Dalam keadaan sulit seperti ini Feri terpikirkan
keluarganya. Masa lalu yang membahagiakan hadir membayangi pikirannya. Ia tak
bisa membayangkan kalau kehidupan berlangsung tanpa kumpulan keluarga. Feri
benar-benar menyayangi keluarganya tersebut. Dengan sekuat tenaga ia mencoba
melakukan sesuatu,
ia harus melakukan sesuatu agar keluarganya selamat, tangan Feri berusaha untuk
mengambil tongkat di pinggang, sulit sekali untuk Feri melakukan itu, pergerakannya
seakan terikat oleh tali
berkali-kali,
sedangkan napasnya tercekik. Perlahan akhirnya Feri berhasil mengambil tongkat
toya, ia mengarahkan toya ke Echidna dan memanjangkan tongkat toya. Berhasil.
Toya berhasil menghantam kepala Echidna dari belakang, hantaman keras dari toya
membuat wanita ular itu tersungkur dan tubuhnya bergeser ke tanah, lingkaran
ular terlepas dari Lion. Feri dan Lion akhirnya mampu bernapas lega. Lion
menyusutkan tubuh, terbang ke samping Feri.
Feri sebetulnya tidak tahu apa yang
harus dilakukan, ia bingung bagaimana cara menebas leher wanita ular tersebut
karena ia tidak mempunyai pedang seperti milik Andet, tidak mempunyai gading
putih seperti milik Vera, tidak mempunyai cincin yang bisa mengeluarkan senjata
seperti kosmo, dan tidak mempunyai senjata yang mampu mengeluarkan senjata
tajam dari angin kipas milik Ling-Ling. Ia hanya mempunyai tongkat yang hanya
mampu memukul, “Bagaimana mungkin aku
bisa mengalahkan musuh?”
Pikir
Feri.
Wanita ular putih mencoba lari ia
nampaknya berubah pikiran untuk menghadapi Feri dan Lion, naluri liarnya hendak
bebas. Feri yang melihat itu tak membiarkan, sekarang Feri sudah sedikit tenang
menghadapi Echidna yang berupa wanita setengah ular. Feri mengejar. Echidna
memanjat ke atas pohon, mengeluarkan racun dari mulut, menembakannya ke arah
Feri dan Lion, serangan tembakan racun Echidna persis menyerupai tembakan
pistol, inilah senjata paling berbahaya dari makhluk setengah ular tersebut.
Beruntung Feri mampu menghalangi dengan Terrakinesis
Element level 2 yang membentuk sebuah dinding tanah.
Sesekali tembakan Racun Echidna
mengenai sebuah pohon, hebatnya pohon itu langsung rebah, kulit pohon yang
terkena racun menghasilkan asap tipis. Beberapa pohon di hutan itu tumbang
karenanya. Feri meninggikan tanah pijakan, tongkat toya diputar untuk digunakan
menangkis tembakan racun Echidna, setelah berada setara ketinggian Echidna di
puncak pohon,
Feri mencoba menyerang menggunakan bola tanah, serangannya gagal, Echidna
terlebih dahulu menyerang menggunakan ekor. Feri terpental jauh menghantam batu
besar, Mengadu kesakitan, mulut dan hidungnya mengeluarkan darah.
“Kau semakin kacau..” Lion berkata.
Feri mengelap darah di mulut,
berusaha kembali berdiri, seluruh tubuhnya serasa remuk. “Akan kukalahkan
siluman itu..” kata Feri, mengedarkan mata ke seluruh hutan, melihat hal apa
yang bisa ia lakukan untuk mengalahkan wanita ular tersebut. Setelah ketemu, Feri kembali merubah
tubuh menjadi tanah. Berjalan. Memukuli pohon yang didaki Echidna, hanya
membutuhkan beberapa kali pukulan pohon itupun tumbang, Echidna rupanya gesit,
ia telah melompat ke pohon berikutnya. Kembali mencoba untuk kabur. Lion cepat
mengambil tindakan, ia membesarkan ukuran dan terbang menghadang Echidna,
mengeluarkan bola tanah, Echidna menangkis dengan racun, menghasilkan suara
ledakan memekakkan telinga.
Langit-langit hutan penuh akan suara ledakan.
Disaat Lion menghadapi Echidna,
penganggu kecil kembali hadir. Monyet-monyet anak buah Gavin telah
bergelantungan di atas pohon, suara pekikan mereka memecah keributan di hutan.
Feri mendesis. Memerangi mereka menggunakan
tembakan bola-bola tanah. Dua ekor monyet melompat, kuku-kuku tajam siap
menerkam Feri. Feri cepat menghantam mereka dengan tinjuan, dua monyet tersebut
hancur karenanya. Beberapa monyet yang melihat kekuatan Feri perlahan menjauh ketakutan.
“Itu
dia..” Kata Feri. Sebetulnya Feri juga baru menyadari bahwa pukulan dirinya
bisa sekuat dan sekeras itu. Dengan begitu semakin bertambahlah semangat Feri.
Echidna memecah diri menjadi ratusan,
sekarang hutan penuh oleh ratusan ekor ular putih raksasa, lidah bercabang itu
menghasilkan beberapa suara desitan yang menyeramkan. Feri tak percaya, matanya
terbelalak, terpundur beberapa langkah. Pukulan sekuat apapun akan percuma, ‘energi
dalam’ Feri akan habis menghadapi ular-ular tersebut.
“Makhluk ini menyeramkan..” Feri mendecit
dalam hati.
Satu persatu dari ular putih mulai
menyerang Feri dan Lion, mulut-mulut mereka terbuka lebar memperlihatkan kedua
gigi runcing. Feri memberikan pukulan berkali-kali, namun ular-ular itu terlalu
banyak, Lion menyelamatkan Feri dengan membawanya terbang ke atas kanopi hutan.
Terlihat dari udara hutan,
disana penuh oleh ular-ular putih raksasa.
“Apa yang harus kita lakukan..?”
Feri berbicara ke Lion. Merubah diri ke semula.
“Ular-ular tersebut adalah
Fatamorgana, melawan mereka satu persatu hanya akan membuang energi.. Kita
harus melawan yang asli” Lion berkata.
“Tapi bagaimana?”
“Echidna tidak berubah wujud menjadi
ular seutuhnya, ia sekarang tengah bersembunyi.. “ Mata lion mengedar mencari
tahu dimana keberadaan Echidna yang asli. “Ketemu..” Lion berkata setelahnya.
“Echidna telah melarikan diri..” Lion membelah udara menghampiri Echidna yang
tengah lari menjauh..
Tongkat toya dilayangkan, tongkat
yang telah membesar itu berhasil menghentikan pergerakan Echidna. Feri melompat
dari punggung Lion sembari merubah dirinya menjadi tanah, melayangkan pukulan
dari atas, Echidna menghindar, pukulan Feri menghantam tanah, membuat tanah
hancur berkeping-keping dan bergetar. Feri gesit kembali melayangkan pukulan dan kali
ini Echidna tak sempat menghindari pukulan tersebut, hantaman dari Feri
mendarat di wajahnya,
membuat Wanita setengah ular tersebut terlpelanting jauh. Ratusan ular putih
hilang karenanya.
BERSAMBUNG ... Baca Episode 9 DISINI
No comments:
Post a Comment