Saturday, April 8, 2017

Episode 10 Novel Rainbow Star

*      MENEPIS RASA TAKUT



            Tubuh Feri menggigil karena ketakutan, membuat seluruh tubuhnya bergetar. Sekujur tubuhnya bermandikan keringat. Ada cerita dibalik fobia Feri terhadap ular ini, dulunya Feri dan teman-temannya sering sekali memancing belut di persawahan, suatu hari ketika kembali memancing, bukannya belut yang Feri dapatkan melainkan seekor ular yang sangat panjang, tangan Feri juga sempat dililit oleh ular tersebut, semenjak itulah fobia terhadap ular muncul dalam diri Feri.

            Wanita ular yang dihadapi Feri memunculkan ular-ular putih kecil dari mulutnya, Membuat Feri semakin menggidik ngeri memperhatikannya. Tentu saja itu menjadi pemandangan angker, bukannya hanya bagi penderita fobia seperti Feri, melainkan bagi setiap orang, bagaimana tidak? Ada ‘manusia’ yang berupa aneh semacam wanita ular itu, berambut ular dan mampu mengeluarkan ular dari mulutnya, itu mimpi buruk bagi Feri. Tulang-tulang kedua kakinya seakan retak, ular-ular putih kecil itu merayap dengan cepat, menghampiri Feri, Feri menahan napas.

Tanpa disadari Feri menangkupkan kedua tangannya dan berkata “Terrakinesis Safety...” Lalu tanah tiba-tiba memberikan perlindungan kepada Feri dengan membentuk dinding setengah lingkaran yang menelungkupi tubuh Feri dan Lion.

            “Apa ini....?” Feri tidak mengerti.

            Lion melihat sejenak. Mengerti. “Rupanya ketakutan kau barusan telah mengaktifkan Terrakinesis level 2..” Lion berkata.

            Jadi ini level ke dua dari terrakinesis? pikir Feri. Dan anehnya, ia tiba-tiba langsung hapal bagaimana caranya untuk mengeluarkan kekuatan itu lagi. Ia sedikit senang atas kemajuannya ini.

            “Kemajuan yang bagus.. Tapi apakah kita akan terus berada disini dan terus bersembunyi, Feri?” Lion kembali memecah ketakjuban Feri. Feri terdiam, ia merasa kalau disitu ia lebih aman daripada di luar.

            “Dunia tidak akan selamat kalau orang-orangnya penakut seperti dirimu, nak. Tidakkah kau ingin menyelamatkan kedua orangtuamu dan orang-orang yang kau cinta?” Lion berkata. Feri terduduk lemas. Ia tidak menyangka bahwa dunia bisa terjadi sebegitu kacau seperi ini.

            “Kau tahu Feri, keberanian mampu dihadirkan dengan cara membayangkan wajah orang yang dicintai. Cobalah bayangkan mereka, dan bakar keberanian yang bersemayam di dalam dirimu...”

            Feri mencerna perkataan Zoodamnya tersebut. Dalam hati ia menyutujui perkataan lion, “Benar, kalau aku selalu ketakutan seperti ini kedua orangtuaku tidak akan selamat” pikirnya. Meskipun ketakutan tak hilang sepenuhnya, Setelah berpikir seperti itu rasa takut Feri sedikit berkurang. Feri pun membuka dinding tanah, ia mengeluarkan toya. Hanya saja tidak terlihat dimana keberadaan wanita ular tersebut, mata Feri mengedar ke segala arah.

            “Di atas...” Lion berteriak. Wanita ular melompat dari pohon. Feri mendongak, dengan cepat memanjangkan tongkat toyanya, wanita ular tiba-tiba kembali hilang.

            “Di belakang, Feri...” Kembali Lion berteriak, Feri membalikkan badan langsung mengendalikan Terrakinesis. Bola-bola tanah melayang, berhasil mengenai tubuh Echidna, membuat wanita ular itu terpental jauh, pohon-pohon patah akibat terpentalnya Echidna.

            Wanita ular kembali bangkit, lidah-lidah bercabangnya mendesit keluar masuk. Menatap penuh kemarahan ke arah Feri. Feri mengubah kulitnya menjadi tanah, memaksa kaki untuk melangkah mendekat, dan menyerang. Satu pukulan coba dilayangkan ke arah wajah wanita ular. Gagal. Baru saja Feri hampir mengenai wajah Echidna, ekornya terlebih dahulu menghantam Feri, membuat Feri terpelanting menghantam pohon. Feri terhenyak kesakitan, tubuhnya kembali seperti semula. Lion membantu, membesarkan ukuran, ia menggali lubang bawah tanah, kuku keempat kaki Lion gesit menggali tanah, keluar dibawah wanita setengah ular dan gigi runcing Lion mengigit ekor Echidna. Sembari menahan sakit, Feri salut melihat kekuatan  zoodamnya itu. Echidna menggeram kesakitan, ekornya putus, Lion membuang ekor Echidna yang berada di mulutnya.

            “Apakah berhasil?” Feri bertanya dalam hati. Rupanya tidak, setelah Echidna menggeram kesakitan akibat ekornya putus, ekor ular putihnya tumbuh lagi, dan kali ini ukurannya tambah besar. Tak hanya itu, paras Echidna yang tadinya mulus perlahan-lahan mulai ditumbuhi sisik-sisik ular yang menyeramkan, mulutnya membesar menampakkan taring runcingnya. Jantung Feri makin berderu kencang.

            Echidna membuka mulut, ular putih  muncul dari mulutnya, mengarah ke arah Lion. Lion menghindari terkaman ular putih itu, berkali-kali Lion berlari, hanya saja ia kalah cepat, lidah Echidna yang berupa ular putih besar itu telah melingkari tubuh Lion, membuat tringgiling berkepala singa tersebut tak bisa bergerak dan sulit untuk bernapas, karenanya Feri ikut sulit bernapas. Pikiran Feri meracau kemana-mana, “Apa yang harus aku lakukan?” pikir Feri, napasnya benar-benar terhimpit.

            Dalam keadaan sulit seperti ini Feri terpikirkan keluarganya. Masa lalu yang membahagiakan hadir membayangi pikirannya. Ia tak bisa membayangkan kalau kehidupan berlangsung tanpa kumpulan keluarga. Feri benar-benar menyayangi keluarganya tersebut. Dengan sekuat tenaga ia mencoba melakukan sesuatu, ia harus melakukan sesuatu agar keluarganya selamat, tangan Feri berusaha untuk mengambil tongkat di pinggang, sulit sekali untuk Feri melakukan itu, pergerakannya seakan terikat oleh tali berkali-kali, sedangkan napasnya tercekik. Perlahan akhirnya Feri berhasil mengambil tongkat toya, ia mengarahkan toya ke Echidna dan memanjangkan tongkat toya. Berhasil. Toya berhasil menghantam kepala Echidna dari belakang, hantaman keras dari toya membuat wanita ular itu tersungkur dan tubuhnya bergeser ke tanah, lingkaran ular terlepas dari Lion. Feri dan Lion akhirnya mampu bernapas lega. Lion menyusutkan tubuh, terbang ke samping Feri.

            Feri sebetulnya tidak tahu apa yang harus dilakukan, ia bingung bagaimana cara menebas leher wanita ular tersebut karena ia tidak mempunyai pedang seperti milik Andet, tidak mempunyai gading putih seperti milik Vera, tidak mempunyai cincin yang bisa mengeluarkan senjata seperti kosmo, dan tidak mempunyai senjata yang mampu mengeluarkan senjata tajam dari angin kipas milik Ling-Ling. Ia hanya mempunyai tongkat yang hanya mampu memukul, “Bagaimana mungkin  aku bisa mengalahkan musuh?” Pikir Feri.

            Wanita ular putih mencoba lari ia nampaknya berubah pikiran untuk menghadapi Feri dan Lion, naluri liarnya hendak bebas. Feri yang melihat itu tak membiarkan, sekarang Feri sudah sedikit tenang menghadapi Echidna yang berupa wanita setengah ular. Feri mengejar. Echidna memanjat ke atas pohon, mengeluarkan racun dari mulut, menembakannya ke arah Feri dan Lion, serangan tembakan racun Echidna persis menyerupai tembakan pistol, inilah senjata paling berbahaya dari makhluk setengah ular tersebut. Beruntung Feri mampu menghalangi dengan Terrakinesis Element level 2 yang membentuk sebuah dinding tanah.

            Sesekali tembakan Racun Echidna mengenai sebuah pohon, hebatnya pohon itu langsung rebah, kulit pohon yang terkena racun menghasilkan asap tipis. Beberapa pohon di hutan itu tumbang karenanya. Feri meninggikan tanah pijakan, tongkat toya diputar untuk digunakan menangkis tembakan racun Echidna, setelah berada setara ketinggian Echidna di puncak pohon, Feri mencoba menyerang menggunakan bola tanah, serangannya gagal, Echidna terlebih dahulu menyerang menggunakan ekor. Feri terpental jauh menghantam batu besar, Mengadu kesakitan, mulut dan hidungnya mengeluarkan darah.

            “Kau semakin kacau..” Lion berkata.

            Feri mengelap darah di mulut, berusaha kembali berdiri, seluruh tubuhnya serasa remuk. “Akan kukalahkan siluman itu..” kata Feri, mengedarkan mata ke seluruh hutan, melihat hal apa yang bisa ia lakukan untuk mengalahkan wanita ular tersebut. Setelah ketemu, Feri kembali merubah tubuh menjadi tanah. Berjalan. Memukuli pohon yang didaki Echidna, hanya membutuhkan beberapa kali pukulan pohon itupun tumbang, Echidna rupanya gesit, ia telah melompat ke pohon berikutnya. Kembali mencoba untuk kabur. Lion cepat mengambil tindakan, ia membesarkan ukuran dan terbang menghadang Echidna, mengeluarkan bola tanah, Echidna menangkis dengan racun, menghasilkan suara ledakan memekakkan telinga. Langit-langit hutan penuh akan suara ledakan.

            Disaat Lion menghadapi Echidna, penganggu kecil kembali hadir. Monyet-monyet anak buah Gavin telah bergelantungan di atas pohon, suara pekikan mereka memecah keributan di hutan. Feri mendesis. Memerangi mereka menggunakan tembakan bola-bola tanah. Dua ekor monyet melompat, kuku-kuku tajam siap menerkam Feri. Feri cepat menghantam mereka dengan tinjuan, dua monyet tersebut hancur karenanya. Beberapa monyet yang melihat kekuatan Feri perlahan menjauh ketakutan.

“Itu dia..” Kata Feri. Sebetulnya Feri juga baru menyadari bahwa pukulan dirinya bisa sekuat dan sekeras itu. Dengan begitu semakin bertambahlah semangat Feri.

            Echidna memecah diri menjadi ratusan, sekarang hutan penuh oleh ratusan ekor ular putih raksasa, lidah bercabang itu menghasilkan beberapa suara desitan yang menyeramkan. Feri tak percaya, matanya terbelalak, terpundur beberapa langkah. Pukulan sekuat apapun akan percuma, ‘energi dalam’ Feri akan habis menghadapi ular-ular tersebut.

            “Makhluk ini menyeramkan..” Feri mendecit dalam hati.

            Satu persatu dari ular putih mulai menyerang Feri dan Lion, mulut-mulut mereka terbuka lebar memperlihatkan kedua gigi runcing. Feri memberikan pukulan berkali-kali, namun ular-ular itu terlalu banyak, Lion menyelamatkan Feri dengan membawanya terbang ke atas kanopi hutan. Terlihat dari udara hutan, disana penuh oleh ular-ular putih raksasa.  

            “Apa yang harus kita lakukan..?” Feri berbicara ke Lion. Merubah diri ke semula.

            “Ular-ular tersebut adalah Fatamorgana, melawan mereka satu persatu hanya akan membuang energi.. Kita harus melawan yang asli” Lion berkata.

            “Tapi bagaimana?”

            “Echidna tidak berubah wujud menjadi ular seutuhnya, ia sekarang tengah bersembunyi.. “ Mata lion mengedar mencari tahu dimana keberadaan Echidna yang asli. “Ketemu..” Lion berkata setelahnya. “Echidna telah melarikan diri..” Lion membelah udara menghampiri Echidna yang tengah lari menjauh..

            Tongkat toya dilayangkan, tongkat yang telah membesar itu berhasil menghentikan pergerakan Echidna. Feri melompat dari punggung Lion sembari merubah dirinya menjadi tanah, melayangkan pukulan dari atas, Echidna menghindar, pukulan Feri menghantam tanah, membuat tanah hancur berkeping-keping dan bergetar. Feri gesit kembali melayangkan pukulan dan kali ini Echidna tak sempat menghindari pukulan tersebut, hantaman dari Feri mendarat di wajahnya, membuat Wanita setengah ular tersebut terlpelanting jauh. Ratusan ular putih hilang karenanya.

Berikutnya Feri memecahkan batu besar berkeping-keping, menangkap sebagian keping batu besar tajam dan melemparkannya ke arah Echidna, batu yang tajam tersebut berhasil menebas leher wanita ular dan sejurus kemudian Echidna berubah menjadi kepingan bintang hitam.


BERSAMBUNG ... Baca Episode 9 DISINI

No comments:

Post a Comment